Sabtu, 11 September 2010

Korban PHK PT Bina Mega

Praktisi hukum PBIP, Wily Bustam yang membela korban PHK oleh PT Bina Mega mengatakan, bila pengusaha minim pengetahuan dan kemahiran berperkara di PHI, bias menunjuk advokat atau pengacara sebagai kuasa hukum. Dalam beberapa kali sidang, dia melihat pengusaha terkesan mengulur-ulur waktu persidangan.Dalam praktik, tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka.

Saat ini Wily Bustam tengah menangani karyawan yang "direkayasa" sehingga berhenti memberikan pesangon sedikit pun. PT. Bina Mega hanya segelintir orang saja yang berani "melawan" dengan melakukan gugatan perdata perburuhan melalui lembaga PHI. Kliennya yang melawan kesewenang-wenang perusahaan bonafit itu adalah Kurniawan, dengan jabatan terakhir sebagai staf keuangan PT Bina Mega Hans Suta Widhya

Sumber:http://bataviase.co.id/node/282145

PHK yang Unik PT Bina mega

Di balik keberhasilan perusahaan yang pernah dipimpin oleh (alm) Alex Sutanto ini ternyata tersirat praktek-praktek perburuan yang relative bertangan besi. Karyawan sering diberhentikan dengan alasan yang kurang dapat diterima, sehingga di lain waktu perusahaan dapat membuka kembali lowongan kerja demi mendapatkan tenaga-tenaga baru, baik yang fresh graduate maupun yang telah berpengalaman namun dengan masa kerja yang dimulai dari 0 (nol) tahun.

Menurut Wily, dari banyak karyawan yang merasakan pahitnya diberhentikan dari PT. Bina Mega hanya segelintir orang saja yang berani “melawan” dengan melakukan gugatan perdata perburuhan melalui lembaga Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Salah seorang di antara karyawan yang berani melawab kesewenang-wenang perusahaan bonafit itua adalah Kurniawan, dengan jabatan terakhir sebagai staf keuangan PT. Bina Mega. Perusahaan yang bergerak di bidang developer yang masuk dalam 10 terbesar di Jakarta Selatan ini mengajukan gugatan juga via Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui PHI Jalan Letjen MT Haryono, Jakarta Selatan.

Kurniawan diperlakukan tidak nyaman dahulu dalam aktivitas kerjanya, sehingga pada puncaknya saat ia masuk kerja mendapatkan kondisi meja kerja yang sudah kosong dan bersih dari semua alat kerja, dokumen, buku-buku kerja. Begitu ia tanyakan kepada Manager Personalia ia hanya mendapat jawaban, “Kalau mau masuk kerja, masuk saja jangan banyak tanya-tanya.”


Sejak kejadian di atas hingga hari ini ia belum mendapatkan kepastian pesangon yang bila setara dengan 2PMTK, maka bernilai Rp.231.527.644,-. Uang sebanyak itu tentu sangat bermanfaat bagi pekerja seukuran Kurniawan, apalagi saat ini, setelah mengabdi 19 tahun di PT.Bina Mega, bukanlah perkara mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang baru. Apakah lazim terjadi dimana-mana sebuah praktek PHK Yang Unik: Bikin Tidak Betah, Karyawan Resah, Keluar Sukarela, Tidak Ada Pesangon?

PT. Bina mempunyai banyak sisi kelemahan, di antaranya adalah adanya pelarang berserikat di perusahaan. Kedua, pemberian Jamsostek baru mulai 2001 setelah belasan tahun sebelumnya berdiri. (*)

Sumber : http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=14&jd=PHK+yang+Unik&dn=20100621125512