Sabtu, 11 September 2010
Korban PHK PT Bina Mega
Saat ini Wily Bustam tengah menangani karyawan yang "direkayasa" sehingga berhenti memberikan pesangon sedikit pun. PT. Bina Mega hanya segelintir orang saja yang berani "melawan" dengan melakukan gugatan perdata perburuhan melalui lembaga PHI. Kliennya yang melawan kesewenang-wenang perusahaan bonafit itu adalah Kurniawan, dengan jabatan terakhir sebagai staf keuangan PT Bina Mega Hans Suta Widhya
Sumber:http://bataviase.co.id/node/282145
PHK yang Unik PT Bina mega
Menurut Wily, dari banyak karyawan yang merasakan pahitnya diberhentikan dari PT. Bina Mega hanya segelintir orang saja yang berani “melawan” dengan melakukan gugatan perdata perburuhan melalui lembaga Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Salah seorang di antara karyawan yang berani melawab kesewenang-wenang perusahaan bonafit itua adalah Kurniawan, dengan jabatan terakhir sebagai staf keuangan PT. Bina Mega. Perusahaan yang bergerak di bidang developer yang masuk dalam 10 terbesar di Jakarta Selatan ini mengajukan gugatan juga via Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui PHI Jalan Letjen MT Haryono, Jakarta Selatan.
Kurniawan diperlakukan tidak nyaman dahulu dalam aktivitas kerjanya, sehingga pada puncaknya saat ia masuk kerja mendapatkan kondisi meja kerja yang sudah kosong dan bersih dari semua alat kerja, dokumen, buku-buku kerja. Begitu ia tanyakan kepada Manager Personalia ia hanya mendapat jawaban, “Kalau mau masuk kerja, masuk saja jangan banyak tanya-tanya.”
Sejak kejadian di atas hingga hari ini ia belum mendapatkan kepastian pesangon yang bila setara dengan 2PMTK, maka bernilai Rp.231.527.644,-. Uang sebanyak itu tentu sangat bermanfaat bagi pekerja seukuran Kurniawan, apalagi saat ini, setelah mengabdi 19 tahun di PT.Bina Mega, bukanlah perkara mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang baru. Apakah lazim terjadi dimana-mana sebuah praktek PHK Yang Unik: Bikin Tidak Betah, Karyawan Resah, Keluar Sukarela, Tidak Ada Pesangon?
PT. Bina mempunyai banyak sisi kelemahan, di antaranya adalah adanya pelarang berserikat di perusahaan. Kedua, pemberian Jamsostek baru mulai 2001 setelah belasan tahun sebelumnya berdiri. (*)
Sumber : http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=14&jd=PHK+yang+Unik&dn=20100621125512
Jumat, 18 Desember 2009
Pembekuan PBB dan terjadinya kekerasan secara simbolik
English version klick here => http://translate.google.com/translate?js=y&prev=_t&hl=en&ie=UTF-8&layout=1&eotf=1&u=ptbinamega.blogspot.com&sl=id&tl=enwww.beritajakarta.com/2008/id/SuratWarga_Detail.asp?swID... - Tembolok
EMangnya kekerasan apa yang dilakukan PT BINA MEGA terhadap warga?
Isi Lengkapnya demikian:
Pembekuan PBB dan terjadinya kekerasan secara simbolik
Kasihan ya warganya? Dimana keadilan? mudah-mudahan masalahnya dapat diselesaikan
Coba donk para pejabat yang terkait, tolong dibantu diusut. Supaya dapat diberikan keadilan bagi warga yang dirugikan.
Berdasarkan hasil searching GOOGLE keyword "Kasus PT Bina Mega"
Situs Resmi Kota Administrasi Jakarta Selatan - Ratusan Warga Rw ...
selatan.jakarta.go.id/webjakselfinal/content/view/383/59/ - Tembolok - Mirip
Berita selengkapnya
Ratusan Warga Rw 01 dan 04 Tuntut Penerbitan Surat PBB |
Jumat, 18 Juli 2008 | |
Ratusan warga yang bermukim di RW 01 dan 04, Kel. Cilandak Barat menuntut penerbitan surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas lahan yang telah mereka tempati selama 25 tahun. Bahkan, mereka mengancam akan melakukan unjuk rasa ke kantor kelurahan. Mereka juga mensinyalir bahwa lahan yang mereka tempati sudah dijual dibawah tangan oleh oknum tidak bertanggung jawab. “Kami akan datang menanyakan masalah status tanah yang sudah didiami selama lebih dari 20 hingga 30 tahun ke kantor kelurahan setempat karena dalam pengurusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sama sekali tak tercantum di kantor Pajak unit III PBB Cilandak,” kata Ny. Sugio, warga RW 01, kel. Cilandak Barat, Cilandak, Jumat (18/7). Diakuinya, kekesalan dan kekecewaan warga sekitar semakin menjadi saat ingin membayar PBB di kantor Pajak unit III PBB Cilandak ternyata petugas di lokasi mengatakan lahan atau rumahnya yang ingin mendapatkan atau membayar PBB tidak terdaftar dalam peta di kantor ini. “Ada memang penjelasan dari kantor Pajak unit III PBB Cilandak bahwa lahan yang sudah ditinggali selama 20 hingga 30 tahun lebih sudah pindah tangan ke pengembang PT Bina Mega,” ujarnya kesal yang sama sekali tak tahu menahu masalah tersebut. Hal serupa juga dikatakan Kardi, warga lain, yang mengaku warga sudah kesal dengan oknum di kelurahan dan kecamatan setempat karena selalu menghalangi warga untuk mengurus PBB yang menjadi kewajiban warga negara untuk taat pajak. “Kami warga disini sama sekali tak pernah menjual lahan ke PT BM. Bahkan, pihak kantor pajak unit III PBB Cilandak mengatakan bulan Nopember 2007 ada penerbitan SP PBB baru di kawasan tersebut tapi tak disampaikan ke warga,” ujarnya kesal yang mengaku akan mendemo kantor kelurahan dan walikota Jaksel bila tidak ditanggapi juga. Sementara itu, anggota dewan kota (Dekot) Jaksel Firdaus, mengatakan dugaan adanya penjualan tanah atau bangunan milik warga di RW 01 Kel. Cilandak Barat, Cilandak oleh sejumlah oknum Pemkot Jaksel harus diusut tuntas. “Kasihan warga sudah bertahun-tahun menempati tanah dan bangunannya dikalahkan oleh pengembang baru yang akan menguasai lahan di kawasan tersebut,” ujarnya. Menindak lanjuti hal itu, PLH Walikota Jaksel Budiman S mengakui telah memanggil pengembang PT Bina Mega (BM) Jl. Pangeran Antasari, Cilandak untuk menuntas masalah tersebut tapi pihak pengembang tidak menanggapai dan tidak hadir saat diundang rapat. “Saya kecewa surat panggilan tidak digubris pihak PT Bina Mega sama sekali. Kasus ini harus diusut tuntas dan jangan dibiarkan berlarut-larut. Kasihan warga jadi terkatung-katung menunggu kepastian,” katanya. Menurut dia, pemanggilan pengembang berkaitan dengan adanya keluhan warga sekitar karena lahan atau rumah yang dihuni sekitar 25 tahun lebih hingga kini tak mendapatkan surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kasudin Tramtib setempat Jurnalis, menambahkan saat rapat masalah kasus keluhan ratusan warga yang bermukim di kawasan itu, pihak pengembang perumahan tak ada perwakilan. “Surat resmi sudah dilayangkan tapi sangat disayangkan pengelola maupun manajer perumahan tidak ada yang datang,” ujanya. Sementara itu, sejumlah perwakilan warga di RW 01 dan 04 yang datang, mengatakan lahan mereka memang sempat dikatakan sudah dimiliki pengembang PT BM karena beberapa oknum yang mencoba memasang patok batas lahan. “Kami tidak pernah menjual sejak memiliki rumah disini sekitar tahun 1975. Tidak hanya itu, surat tagihan PBB yang sempat dikeluarkan tahun 1997 hingga 1998 pihak kelurahan kini tidak lagi diterbitkan dan tidak diberikan peihak kelurahan setempat,” ujar Ningsih dan Kardi, warga setempat. Lebih parah lagi, tambah dia, saat ditanya ke kantor PBB Wilayah III Jl. TB. Simatupang, lahan yang mereka tempati ada dalam peta,” tambahnya. | |
Terakhir kali diperbaharui ( Jumat, 18 Juli 2008 ) |